
KOTAKU, SANGATTA-Setelah melakukan analisis mendalam terhadap deskripsi materi Nota Pengantar Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kabupaten Kutai Timur (Kutim) tahun 2023, maka Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kutim turut memberikan catatan penting yang disampaikan dalam Rapat Paripurna ke-27 yang dilaksanakan, Kamis (13/6/2024).
Pandangan umum ini berguna sebagai masukan bagi pemerintah daerah dalam penyelengaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan untuk masa-masa yang akan datang. Penyampaian pandangan umum Fraksi PDI Perjuangan dibacakan oleh Siang Geah.
“Pertama tidak dilampirkannya hasil audit BPK sebagai bahan kajian tambahan Fraksi. Sebagaimana diatur dalam permendagri Nomor 13 tahun 2006 Pasal 298 bahwa dalam pertanggungjawaban APBD harus dilampirkan hasil audit BPK terhadap APBD tersebut” ungkap dia.
Kedua, lanjutnya, perihal realisasi Pendapatan tahun anggaran 2023 melebihi target sebesar 8,59 triliun atau 104,13 persen dari anggaran pendapatan sebesar Rp8,25 triliun. Hal ini tentunya perlu diapresiasi namun penting juga untuk dijelaskan terkait sektor-sektor yang menunjang dalam penambahan pendapatan tersebut.
“Sehingga bisa dilakukan evaluasi terkait fokus kerja dan skala prioritas realisasi PAD tahun 2023 yakni Rp352,46 miliar atau 44,76 persen dari anggaran PAD Rp787,53 miliar,” tegasnya.
Dalam nota penjelasan disebutkan bahwa hal ini terjadi karena adanya koreksi dan reklasifikasi yang dilakukan oleh BPK RI perwakilan Kalimantan Timur (Kaltim) dari realisasi Pendapatan Asli Daerah ke lain-lain, pendapatan yang sah dalam hal ini pendapatan hibah seban8 Rp548,21 miliar.
Selanjutnya, dia menyatakan terjadinya surplus atau kelebihan pendapatan daerah di luar dari perencanaan, serta adanya sisa anggaran belanja kerap kali menjadi sumber munculnya Silpa. Maka, berdasarkan nota penjelasan bupati terkait realisasi pendapatan daerah dengan realisasi belanja daerah maka diperoleh selisih sisa anggaran sebanyak Rp1,05 triliun.
Keempat realisasi belanja tahun 2023 Rp7,54 triliun atau 84,18 persen dari anggaran belanja Rp8,96 triliun.
Hal ini tentunya menjadi catatan khusus pemerintah daerah khususnya OPD yang menjadi pelaksana teknis sekaligus pengguna anggaran dalam menyusun anggaran tahun berikutnya.
Ketidaksiapan pemerintah daerah dalam mengahadapi adanya surplus pendapatan menandakan bahwa masih lemahnya dalam perencanaan penganggaran dari pemerintah daerah.
“Kelima dalam Materi Nota Pengantar Rancangan Peraturan Daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Kutim tahun anggaran 2023 tidak dilampirkan dan dijelaskan secara rinci terkait realisasi dan capaian target masing-masing OPD,” lanjutnya.
Dalam penyampaiannya bahwa Fraksi PDI Perjuangan memberikan apresiasi terhadap predikat WTP berdasarkan hasil audit BPK RI. (advertorial)
